Daftar Blog Saya

Kamis, 23 Agustus 2012

Kalianlah harapan bangsa

Kalianlah Harapan Bangsa


“Elis, nanti kalau kau dewasa, mau jadi apa ?” tanya seorang siswi kepada temannya di sisi ruangan kelas yang dinaungi sebuah gedung bertingkat dua. Dilihat dari tubuh luarnya tak seindah dulu, ketika setahun setelah diresmikan, cat sudah terkelupas disana-sini kusam dipandang mata.
“Emm, apa ya ? aku sing pengennya jadi pramugari, bagus kan ? soalnya dia itu bisa melayani banyak orang dengan ramah, terus kau pengennya jadi apa ?”
“Kalau aku … “
“Hei, kok bengong aja”
“Oh, ya (tersentak) maaf-maaf, aku malah asyik ngebayangin impianku.”
“Manknya impianmu apa ?”
“Menarik kalau dewasa nanti aku menjadi pengusaha baju muslim.”
“Waah, hebat sekali impianmu itu, terus … terus ….”
“Kedua siswi itu dengan asyiknya mengobrol sampai teman-temannya yang mendengarnya juga ikut nimbrung. Sesekali angin membawa udara segar masuk ke ruangan kelas, kadang-kadang sehelai daun masuk dengan gayanya.

*** ** ***

Seorang Ibu masuk ke Ruang Kepala sekolah, terpampang banyak piala tergeletak di lemari sisi kiri mejanya, arsip-arsip menumpuk dihadapannya dan bangku-bangku tamu berjejer rapi di depannya.
“Assalamu ‘alaikum …. “ sapa Ibu itu.
“Wa’alaikum salam, ada apa lagu Bu Sri ?” tanya sekolah dengan heran.
“Pembicaraan saya ini masih menyakngkut pembicaraan yang lalu Pak … “
“Oh, itu …. (mengangguk paham). Ya, saya sudah ajukan ke Diknas, bahkan sebelum Ibu membicarakan hal itu kepada saya. Sekarang lebih baik kita tunggu saja”
Tunggu … “ Harus menunggu berapa lama lagi pak ? Ini sudah satu tahun berjalan sejak Bapak ajukan permohonan itu” tanggap Ibu Sri dengan nada agak meninggi.
“Tenang Bu Sri, kita harus bersabar dan berusaha terus. Memang, saya kesal juga pada Diknas, tapi kita harus berfikir positif Bu. Bagaimanapun pikiran kita yang buruk tidak akan menghasilkan apa-apa selain menambah rusak jasa kita di sekolah ini.”
“Yah, Pak. Semua itu sudah saya lakukan. Tapi sekolah kita begini-begini saja, gedungnya tidak ada perbaikan malah semakin rusak.”
“(menghela nafas) Ibu Sri, semua usaha yang telah kita lakukan jangan dinilaa dari luarnya saja Bu. Cobalah Ibu lihat anak-anak kita. Kualitas mereka tidak akalah dengan SMP Negeri di kota-kota besar bukan ?””
“Memang benar ucapan Bapak. Setelah saya lihat kembali, kualitas mereka memang meningkat. Namun saya menemukan satu masalah lagi Pak”
“Masalah apa itu Bu ?”
“Lihatlah guru-guru yang lain Pak, semangat mereka menurun. Bagaimana kita menciptakan generasi yang berkualitas lagi seperti tahun kemarin kalau keadaannya seperti ini.”
“(Berpikir sejenak) Hmm …. Kalau begitu, kita adakan rapat untuk memotivasi para guru sekoalh ini.”
“Tapi Pak, apa itu akan berhasil ?”
“Kita berusaha dulu Ibu Sri, soal hasil kita serahkan kepada Allah, Allah senantiasa membantu orang yang berusaha Bu.”
“Baiklah, saya dukung usaha Bapak.”

Tapi pak, apakah itu akan berhasil!
“Kita berusaha dulu bu Sri, soal hasil kita serahkan pada Allah senantiasa membantu orang yang berusaha bu”
Memulai motivasi dengan mengingatkan para guru pada prestasi yang diraih sekolah ini, bahkan tak tanggung-tanggung beliau mengangkat kisah nyata novel Laskar Pelangi yang kondisi sekolahnya sama-sama dikit dengan sekolah yang dipimpin beliau, malahan lebih baik dari pada sekolah yang diceritakan dalam novel laskar pelangi. Beliau menerangkannya dengan penuh harap para guru kembali bangkit semangatnya, meneruskan visi misi SMP Negeri yang terletak jauh dari keramaian kota
Kebanyakan dari para guru itu terbangun lagi semangatnya, namun bukan tak mungkin ada yang menyerah atau pesimis ”paling ini hanya bertahan sebentar saja” ujar salah seorang guru yang pesimis itu.
Keesokan harinya timbulah kembali suasana yang sekian lama hilang dalam proses KBM di sekolah itu. Guru yang pesimis jadi ikut terpengaruh semangat dalam mengajar. Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu akhirnya, ternyata dugaan beberapa guru itu terjadi, perlahan kepenatan merasuki para guru. Kepenatan yang berlindung dibalik dinding, atap, tembok yang kusam terkelupas dan membuat alur retakan kecil itu berhasil menembus pertahanan semangat para guru.
Satu bulan berlalu semangat mereka turun kembali seperti diberi motivasi. Di ruang kepala sekolah terdengar lagi suara bu Sri yang mengeluh “kemarin, saya sudah coba ke dinas pusat daerah kita. Saya ceritakan kondisi sekolah kita ini. Besok beliau akan ke sini untuk melihat secarapasti.”ujar kepsek, “kenapa beliau harus melihat-lihat dulu untuk memperbaiki sekolah kita!” tanya bu Sri dengan nada meninggi.”
Sudahlah bu kita jalani dulu yang ada ini. “kedua orang berjasa itu terus melangsungkan pembicaraan hingga reda suasana panas diruangan itu
******
“permisi Pak” tegur seseorang dengan pakaian pegawai negeri sipil yang diikuti 2 pengawal dibelakangnya kepada seorang OB yang sedang membersihkan lantai dari daun yang berjatuhan, “ada apa pak, ada yang bisa saya bantu” tanggap OB
“saya mau tanya nih, ruang kepala sekolah sebelahnya dimana yah? “oh, ruang kepala sekolah disana pak (menunjuk dengan seperti orang jawa). Pas di sebelah kiri ruang guru. Mari saya antar bapak.”
(menanggapi dengan cepat) ooh, tidak usah, biar saya sendiri kesana.” Dengan gagahnya orang itu melangkah dengan sepatu pantopel hitam legamnyamenyusuri kelas demi kelas
“ptak… ptuk…ptak…ptuk…” seseorang menghampirinya ‘ada yang bisa saya bantu pak?”
“oh, saya mau tahu apakah kepala sekolahnya ada diruangannya.”
“mohon maaf pak, kepala sekolahnya keluar, mungkin bapak bisa tunggu diruangannya, mari saya antar. “bu Sri menawarkan.
Ooh. Tidak usah bu. Biar saya sendiri saja yang kesana (membenarkan kerahnya) oh silahkan kalau begitu, pak. “tanggap bu Sri, memendam kesal.
Berjalan kembalilah ketua diknas, Razak, keruang kepala sekolah. Tangannya yang bersarungkan jabatan dan kekuasaan membuka pintu. “Gruuuuhhhh, krrrtak…krttak, gubrak.”
Suara apa itu? “tanya ketua diknas dalam batin. Kepalanya diarahkan ke sumber suara.
Astagfirullah haladzim… Masya Allah”. Sontak bu Sri melihat asal suara yang didengarnya. Lalu kembali melihat ketua diknas yang menolak diantarkan ke ruang kepala sekolah “lihat pak” Bapak harus bertanggung jawab atas kejadian ini, batinnya di tempat yang sama, suara-suara kaget melihat kejadian ini juga menyusul. Para taff dan guru berbondong-bondong keluar dari ruangan untuk melihat kejadian yang tidak diinginkan ini.
Ketua diknas itu mau tidak mau harus melihat keruntuhan bangunan kelas untuk kedua kalinya, beruntunglah di kelas yang runtuh itu tidak sedang ada muridnya, kosong melompong, para siswa di kelas lain juga beramai keluar kelas melihat yang terjadi sebagian bengong dan sebagian lagi menghawatirkan temannya…
****
“Razak… Razak…, sini dah, Panggil Sanif.
“ada ape nif. Ini kan dah masuk, udah bel jawab Razak. udah sini dulu ada yang mau liatin sama kau.
Aku mulai menghampiri Sanif walaupun aku tidak mau sebenarnya
Tapi rasa ingin tahu menariku lebih kencang ke arah Sanif.
Sanif menuju belakang bangunan kelas, entah apa yang ingin diperlihatkan kepadaku. Di genggaman tangannya ku lihat sekotak korek api buatan sweden.
“sini cepat” panggilnya buru-buru. Sejurus kemudian aku berada disampingnya “ada apa sih emangnya?” tanyaku penasaran
Sanif mulai membuka kotak korek apinya. Seekor serangga kecil hitam nampak memperlihatkan dirinya. Perlahan-lahan Sanif menurunkan kotak korek apinya ke tanah,
“lihat lompatannya (menunjuk serangga jangkrik kotak korek apinya yang sedang melompat)” pendek sekali seru Sanif.
Memang mau lompat setinggi apa?
“ahh, kau ini seperti tak pernah lihat lompatan jangkrik, coba lihat di semak-semak sana “aku melihat dengan seksama”
“apa itu tadi, lompatnya tinggi sekali”.
“Itu jangkrik juga… herannya?”
“Iya… kok bisa sih?”
“ itulah Zak bedanya jangkrik alam sama jangkrik kotak, jangkrik alam bebas bergera, bebas melakukan apa saa.”
“ klo jangkrik kotak kenapa bisa pendek lompatnya, Nif”
“nih, yang jangkrik kotak geraknya dibatesin, ngga bisa ngelakuin apa-apa, dimanja di kasih makan mulu, ya kayak gini jadinya”
“gak maju-maju ding?”
“tul, nah itu ngerti, Zak walaupun aku masih SD, aku sudah belajar makna kehidupan dari ayahku (berjalan mengajak Razak mask kelas)
Bung karno zak, beliau sosok yang kukagumi sehabis aku dengan kisahnya dari ayahku.
“(heran”) kenapa kamu kagum? Aku saja tidak suka sama Bung Karno”
“kamu bisa ngomong gitu soalnya kamu nggak tahu kisahnya banget orang yang diluar sana sependapat sama kamu, tapi alasan mereka gak jelas asalnya. Hanya mengikuti orang yang tidak menelusuri fakta sejarah”
“berarti kamu tahu sejarah dong. Terus kalo kamu tahu dari ayahmu, ayah kamu tahu darimana?
“ayahku itu seorang peneliti sejarah. Ayahku juga pernah hidup dimasa bung karno jadi presiden. Ayahku cerita kalau bung karno itu pejusng yang ingin sampai mempertaruhkan nyawanya. Beliau juga orang cerdas, insinyur teknik lulusan ITB, meskipun waktu dulu dibatesin gerak-geriknya sama jepang, bisa lolos dan berjuang agar Indonesia merdeka.”
“Krrrtk…kkrrttk..brukkk… gubrakkk..”
Dihadapan mata Razak dan Sanif terlihat ruangan yang didalamnya ada orang-orang yang mereka sayangi , lebih-lebih kepada orang yang biasa ada di depan meja-meja mereka, kadang mendekati mereka ketika sedang mengerjakan soal latihan, mengobrol ketika di kantin atau di perpustakaan, runtuh tanpa mereka inginkan sama sekali.
“Tidaaaaaakkk. Bu Suliiiss… “Razak berlari menuju runtuhan kelas itu.
“Astagfirullah, bu sulis! Teman-teman “Sanif menyusul lari ke kelas yang runtuh.
Langkah demi langkah dilalui dengan perasaan tak menentu. Apakah mereka baik-baik saja atau sebaliknya. Tak hanya mereka yang berlari semua warga sekokolah berbondong-bondong menuju kesana. Para bapak dan ibu guru mencoba menyingkirkan reruntuhan itu. Ada suara anak terjepit di tengah-tengah reruntuhan. “pak tolong kami”. Pak, bu sulis, pak! Jerit anak itu sambil menunjuk potongan tembok besar itu. Di baliknya terdapat tubuh berbujur kaku. Razak dan sanif menghampirinya “bu. bu sulis! (menggoyangkan tubuhnya). Tak bergerak sama sekali hawa dingin menyelimutinya “sabarlah, nak (menahan tangis), bu sulis kini telah tiada “kata seorang guru” Razak setengah tidak percaya, ia pegang tangannya…dingin.
Bu suliiis! “air mata dari hasil seorang guru keluar dari pelupuk mata Razak. Begitu pun Sanif, ait matanya keluar membasahi pipinya, lalu ia melihat sesuatu dibawah tangan bu sulis, ia mengarahkan tangannya ke kertas itu, tangan bu sulis tetap di tempatnya sedangkan kertasnya sudah di tangan Sanfif.
Razak… ibu bangga sekali dengan kamu, begitu juga kamu sanif. Kalian berdua anak yang berbeda, tapi ibu salut dengan kalian, ibu ingin berpesan kepadamu Zak banyaklah membaca buku dan kamu Nif, pilih-pilihlah dalam membaca buku. Ibu harap setelah kalian lulus , jauh lebih berkembang menjadi orang berguna bagi bangsa. Ingatlah, kesuksesan datang setelah berjuang.
Razak… (razak menoleh dengan pipi dibasahi dengan air mata) ini… bacalah (menunjukan kertas yang dipegangnya) “Razak mengambil kertas yang dijulurkan Sanif suasana tangis meledak setelah ia membaca kertas itu dalam suasana kesedihan yang mendalam.
18 tahun kemudian, setelah Razak berjuang dengan diiringi pesan bu sulis “Kriing… ya, halo, assalamualaikum.
“wa’alaikum salam, Razak masih ingatkah kau, aku ini siapa!”
Hhhmm, yah, Sanif ya?
“iya benar, ternyata masih ingat”
“iya dong masa lupa sama temen sendiri”
“hahaha….. kali ini aku ingin ucapkan selamat kepadamu atas keberhasilanmu jadi ketua diknas Kota Kaliurang”,
“ya, terima kasih, sekarang kamu dimana?”
“tidak berbeda jauh, aku masih mengurus yayasan pendidikan, hanya saja akhir-akhir ini aku ada program moivasi, Ooo ya, Razak. Apakah kau masih ingat pesan guru kita?”
“ya aku masih ingat, pesan itu selalu terkenang di hatiku?”

3 tahun kemudian… disaat Razak melihat bangunan kelas reruntuhan untuk kedua kalinya.
“apa selanjutnya terjadi pada kau ketua diknas tanya bu sri dalam pikirannya?.
Tiba-tiba muncul isakan tangis dari ketua diknas itu. Punggungnya disandarkan ke pintu dibelakangnya. Ia mengatakan sesuatu yang jarang didengar orang dari jabatan seperti ini.
“asstagfirullah’haladzim. Aku telah melakukan hal yang zalim”
Hah. Kenapa dia….. paling hanya sandiwara, lalu siapa pula bu sulis itu”
“teplak…..teplok…teplak…..teplok.” sosok yang disegani disekolah itu menghampiri ketua diknas.
“bapak kepala sekolahnya bukan?” Razak menyambut langsung urang yang mendekatinya.”
Ya, benar “heran dengan sikap orang diknas itu)”
“ayo, pak. Mari kita bicara didalam.”
“Em, ya,ya.” Kepsek langsung menurut tanpa banyak bicara.
Sempat ia memberi sinyal pada bu sri agar masuk juga. Bu sri yang menerima sinyal langsung bergerak. Kali ini dengan perasaan penasaran apakah ketua diknas itu sandiwara atau tidak.
Terjadilah perbincangan sangat dimeja kotak itu. Razak mengatakan permohonan maafnya dan membicarakan apa yang dilakukan esoknya.
Sebuah energi dari kata-kata bu sulis mengalir kembali dalam dirinya.
Baiklah, bapak, ibu. Setelah ini akan saya urus masalah bangunan sekolah bapak ini dan saya minta waktu untuk bicara kepada siswa siswi di SMP ini.”
“ya, baik. Kita tetapkan waktunya bersama-sama.”
Lusa pun tuba
Didepan keharanan para murid. Berdiri Razak, ketua dinas pendidikan daerah mereka sedang mnyampaikan amanatnya.
“……… berjuanglah. Perjuangan kalian sudah dimulaipara anak bangsa, generasi penerus bangsa Indonesia. Haruslah kalianketahui hormat didarah kita yang mengalir semangat juang dan para pahlawan yang sudah mendahului kita.
Dahulu mereka merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini, hari ini kita majukan Indonesia dengan potensi yang kita miliki, dengan impian yang kita miliki. Kita jadikan singa Indonesia bangun dari tidurnya! Kalian siap!”
“yaa…..”
Amanat Razak yang berapi api itu mengalirkan rasa semangat juang yang beda dengan yang dirasakan para siswa selama ini”.
Kalianlah harapan bangsa ini, bisik Razak dalam hati.

Sabtu, 08 Januari 2011

Blog baruku

Di blog ini saya akan memuat tulisan-tulisan berupa cerpen yang saya buat sendiri. Bagi para pembaca silahkan memberikan komentar yang dapat membangun cerpen saya. PENTING! Diharamkan melalukan Plagiat!
Kota Itu Berbahaya
“Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh! Kalian harus mengikuti ibu, sesuai dengan hukum kita”
            “Tapi Bu kita kan ingin melihat kehidupan di kota
            “Kalian itu lahir di desa, hidup di desa, dan mati di desa.”
            Kelima anak itu kembali mengikuti ibunya mencari makan dengan kesal sebab tidak diperboleh kan berjalan-jalan ke kota. Ada memang anak yang bandel dari si Ibu yang berbulu krem kecoklatan itu. Ia bosan mencari makan di desa yang menunya hanya beras campur kerikil. Kadang ia mendapatkan serobek kue dari segumpal makanan yang dimakan anak-anak.
            Suatu pagi, si induk sedang tidur, anak ini mencuri kesempatan dalam kesempitan. Ia membangunkan saudara-saudaranya lalu mengusulkan rencananya.
            “Apa kamu tidak dengar kata ibu kita bahwa tidak boleh ke sana”,kata anak yang lain.
            “Ah…tak usah dipikirkan. Aku kan hanya ingin melihat sebentar saja masa tidak boleh”,kata anak bandel.
            “Terserah kamu saja tapi kalau nanti ketahuan ibu, kamu yang kita salahkan.”
            Dari kelima anak itu yang terlahir dahulu di dunia ini adalah si bandel, jadi wajar saja mereka menurut padanya. Telapak kaki anak ayam di tanah semakin banyak dan berarah menuju kota. Setelah sekian meter mereka mendengar kebisingan mobil-mobil berlari di jalan raya.
            “Ayo kita pulang! Kita sudah melihat kotanya” kata anak yang lain.
            “Nanti saja pulangnya, kita sudah jalan sejauh ini kok pulang lagi. Lebih baik jalan-jalan sebentar”,kata anak bandel.
            Anak yang menentang itu tidak bisa mengalahkan kakaknya yang tertua. Semua tentangannya tidak dipedulikan oleh kakaknya itu dan saudaranya yang lain. Berjalanlah anak-anak ayam itu di pinggiran kota. Tiba-tiba langkah kaki yang besar menuju mereka, mengulurkan tangannya dengan cepat sehingga anak-anak ayam yang lari guna menyelamatkan dirinya tertangkap basah oleh orang berkacamata hitam dengan rambut afronya disertai pakaiannya yang seperti tukang ayam.
            “ha…ha…ha. Lumayan nih dapet modal tak berduit. Nanti siang gue jual lu pade ke anak-anak sekolah sono.”,kata tukang ayam.
            “Aduh gimana nih kita tertangkap. Ibu bisa marah kalau kita ketahuan begini ke kota.” Kata anak bandel panik.
            “Gara-gara kamu sih ngajak kita ke kota, sekarang tanggungjawab kamu tuh gimana kita bisa keluar dari sini”, kata anak yang menentang.
            “Eh… lebih baik kita pikirkan bersama. Apa kalian tidak ingat kata kakek.”,kata anak yang lain.
            “Oh iya benar juga, ayo kita pikirkan.”,kata adiknya ayam yang menentang.
            Sesaat kemudian mereka menndapatkan ide, mereka menunggu kotak tempat ayam itu diletakkan di tanah. Si tukang ayam pulang ke rumah dahulu, dia meletakkan kotak ayamnya diatas kursi yang berada dalam rumah. Dia menuju ke kamarnya menyiapkan dompet. Selagi tkang ayam tidak melihat kelima anak ayam itu beraksi, mereka bertumpuk-tumpuk  menjadi sebuah tiang lalu yang paling atas melompat turun. Sayangnya si tukang melihat, tentu saja dengan cepat dia mengambil anak ayam yang lagi melompat dengan mata merem membayangkan dirinya keluar dari kotak itu kembali ke kotaknya. Anak ayam itu membuka matanya dan paruhnya menganga melihat dia kembali ke kotak. Pasrahlah mereka semuanya,berdoa kepada Allah saja yang bias mereka lakukan sekarang. Selama ke sekolahan, mereka merenung kesalahan tidak menderngar perkataan ibunya terutama si bandel.
            Di tengah jalan anak-anak ayam itu berciap-ciap yang dibarengi tangisan mereka.
Suara kotak itu berisik sekali hingga mengganggu telinga tukang ayam. Tiba-tiba sesuatu menabrak si tukang dan kotak terlempar beserta anak-anak ayamnya. Langsung saja mereka lari ke desa mereka sambil mengucap syukur pada Sang Pencipta Alam Semesta.
            Sang  induk sibuk mencari anak-anaknya, bertanya kesana kesini, namun dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Semua ayam sibuk mencarinya.
            “Aduuh. Kemana itu anak bikin orang tua susah aja.”,cemas sang induk.
Tiba-tiba terdengar suara dari jalan ke kota “Ibu…ibu… kami pulang ibu… kami gak mau lagi keluar desa ke kota.”. Bertemulah mereka dengan mengharukan, ayam-ayam yang lain merasa lega sebab anak-anak yang hilang itu sudah kembali ke pangkuan induknya.